Tari Glipang

Yaitu tarian yang bersumber dari kesenian rakyat Probolinggo yang hidup dan berkembang ditengah kehidupan rakyat dan tarian ini diiringi dengan musik tradisional. Tarian ini tidak ada bedanya dengan tari Remo yaitu sebuah tari khas daerah Jawa Timur yang merupakan bagian dari kesenian Ludruk. Tarian Glipang menggambarkan betapa gagah dan terampilnya para pemuda yang sedang berlatih olah keprajuritan.







Sejarah kesenian glipang
Kesenian glipang lahir di desa Pendil, Kecamatan Nanyanyar, 12 km di tenggara kota Probolinggo. Mata pencaharian penduduknya adalah dagang dan tani berdasarh Madura dan pemeluk agama Islam patuh. Kesenian Glipang direvitalisasi dan dipopulerkan oleh seorang penduduk desa Pendil bernama Sarituno, dimaksudkan sebagai sarana hiburan tahun 1935. ''Awalnya nama tari tersebut “Gholiban” berasal dari Bahasa Arab yang artinya kebiasaan. Dari kebiasaan-kebiasaan tersebut akhirnya sampai sekarang menjadi tradisi,'' kata Parmo asal warga Pendil Kecamatan Banyuanyar. 

Di ceritakan oleh Parmo, Tari Glipang (Gholiban) tersebut dibawa oleh kakek buyutnya yang bernama Seno atau lebih dikenal Sari Truno dari Desa Omben Kabupaten Sampang Madura.Sari Truno membawa topeng Madura tersebut untuk menerapkan di Desa Pendil. “Ternyata masyarakat Desa Pendil sangat agamis.Masyarakat menolak adanya topeng Madura tersebut.Karena didalamnya terdapat alat musik gamelan.Sehingga kakek saya merubahnya menjadi Raudlah yang artinya olahraga,” lanjut Parmo.Sari Truno kemudian mewariskan kebiasaan tersebut kepada putrinya yang bernama Asia atau yang biasa dipanggil Bu Karto. Parmo yang saat itu masih berusia 9 tahun mencoba ikut menekuninya. Tari Gholiban/Tari Glipang tersebut mempunyai 3 gerakan.Dimana tiap-tiap gerakan tersebut mempunyai makna dan cerita pada saat diciptakan.

Tari Kiprah Glipang ini menggambarkan ketidakpuasan Sari Truno kepada para penjajah Belanda.Dari rasa ketidakpuasan tersebut akhirnya menimbulkan napas besar.Tari Kiprah Glipang ini sudah terkenal secara Internasional dan sudah mendapatkan beberapa piagam perhargaan.“Tari Kiprah Glipang pernah menjadi 10 besar tingkat nasional tahun 1995.Selain itu juga pernah datang ke Istana Presiden di Jakarta sebanyak 5 kali diantaranya waktu menyambut kedatangan Presiden Kamboja dan Presiden Pakistan.Saya juga pernah diundang ke Jakarta waktu peringatan HUT Kemerdekaan RI yang ke- 39,” tambah Parmo.
Tari Kiprah Glipang yang telah diciptakan oleh Sari Truno benar-benar serasi dan sejiwa dengan pribadi penciptanya.Jiwa Sari Truno yang sering bergolak melawan prajurit-prajurit Belanda pada waktu itu diekspresikan melalui bentuk tari ini.
Menurut Parmo yang menjadi latar belakang dirinya tetap eksis di Tari Glipang diantaranya ingin melestarikan budaya yang dibawa oleh kakek buyutnya Sari Truno.Selain itu kakeknya membawa topeng Madura tersebut dari Madura hanya dengan naik ikan Mongseng.Parmo juga ingin mengembangkan warisan kakek buyutnya kepada generasi muda terutama yang ada di Kabupaten Probolinggo. “Untuk menghormati perjuangan kakek buyut Sari Truno, saya dan keturunan saya akan tetap melestarikannya sampai kapanpun.Apalagi waktu itu kakek saya rebutan topeng tersebut dengan sesama orang Madura.Sehingga saya sampai 7 turunan tidak boleh bertemu dengan saudara dari Madura.Kakek saya juga naik ikan Mongseng dari Madura ke Jawa, sehingga 7 turunannya diharamkan untuk makan ikan Mongseng tersebut,” imbuh Parmo.

Fungsi kesenian glipang
Dalam kehidupan sehari-hai masyarakat Probolinggo, kesenian Glipang tetap semarak sebagai suatu jenis kesenian yang digemari oleh rakyat. Kesenian Glipang sering ditampilkan pada acara-acara resepsi, bersih desa, panen raya, hajatan keluarga dan sebagainya. Jelaslah bahwa kesenian Glipang dapat dimanfaatkan sebagai suatu sosio drama, untuk menyampaikan pesan-pesan pembangunan yang menjadi program pemerintah, untuk menciptakan suasana persatuan dan kesatuan di kalangan rakyat, acara khusus dan melestarikan warisan seni budaya yang memiliki nilai-nilai luhur.
0 Responses